Topik 9 - Moralitas Pelajar Zaman Sekarang



MORALITAS PELAJAR ZAMAN SEKARANG

Permasalahan para pelajar berakar pada kran globalisasi yang semakin terbuka lebar. Arus deras informasi dan jaringan komunikasi menjadi sedemikan cepat. Bahkan, berbagai informasi kini semakin mudah dan murah dijangkau yang pada titik kritisnya informasi terakses cepat tanpa filterisasi.
Menurut Satari globalisasi seperti mata uang yang memiliki dua sisi mata uang (positif dan negatif) yang menjadi penyebab infiltrasi budaya tidak terbendung. Budaya-budaya sedemikian cepat dan mudah saling bertukar tempat dan saling mempengaruhi satu sama lain. Termasuk budaya hidup Barat yang liberal dan bebas merasuki budaya ketimuran yang lebih cenderung teratur dan terpelihara oleh nilai-nilai agama.
Menurut Sofyan (2011), semakin merosotnya moral para pelajar merupakan salah akibat dari pesatnya perkembangan teknologi yang tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas budi pekerti pelajar. Padahal perkembangan teknologi memang sangat dibutuhkan bangsa ini untuk dapat terus bersaing di era globalisasi. Kemerosotan moral banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial-budaya dalam masyarakat sekitarnya. Lingkungan sosial yang buruk adalah bentuk dari kurangnya pranata sosial dalam mengendalikan perubahan sosial yang negatif
Seorang pakar pendidikan, Arief Rahman Hakim (dalam Satari, 2010) berpendapat bahwa pola serta kurikulum pendidikan di Indonesia tidak memadai untuk mengarahkan moral pelajar. Misalnya saja tidak ada titik temu antara pelajaran pendidikan agama dan kenyataan di lapangan. Itu terbukti persentase KBM pelajaran agama hingga saat ini masih sangat minim. Rata-rata di setiap sekolah hanya mengalokasikan dua jam pelajaran tiap pekan untuk mata pelajaran ini.
Disamping itu, pelajaran agama yang diberikan di sekolah hanya bersifat teoritis dan kurang aplikatif. Pendidikan keberagamaan yang baik sejatinya berimplikasi positif pada moralitas yang kemudian tecermin dalam aktivitas sehari-hari. Inilah mengapa moralitas para pelajar sangat berkaitan erat dengan bagaimana pendidikan agama yang mereka ikuti di sekolah-sekolah, selain pengayoman orang tua di rumah masing-masing.
Menurut Kurniawan (2011), awal mula seorang remaja terjerumus ke dalam pergaulan yang menyimpang adalah salah bergaul dan mudah terpengaruh oleh temannya yang tidak benar. Kebanyakan remaja ini ingin di puji dan di katakan gaul oleh teman-temannya tanpa memikirkan dampak dan akibat yang berkelanjutan
Banyak sekali fakta yang menunjukkan dampak penyimpangan pergaulan remaja khususnya para pelajar, Berdasarkan survei 3 dari 10 pelajar di Indonesia pernah merokok sebelum usia 10 tahun, 34,58 persen pelajar tingkat SLTA  perokok aktif dan survei Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan prevalensi penyalahgunaan narkoba di lingkungan pelajar mencapai 4,7 persen dari jumlah pelajar dan mahasiswa atau sekitar 921.695 orang.
Sementara itu, dari sejumlah pengguna narkoba (berbagai jenis) pelajar berada pada urutan ke 4 pengguna narkoba. Dengan urutan pertama pengangguran, kedua pegawai, ketiga pedagang dan ke empatnya adalah pelajar.  Pelajar biasanya menggunakan narkoba dikarenakan faktor pergaulan, hanya ikut ikutan atau sekedar mencoba saja. Sejumlah kasus menunjukkan pada usia 7 tahun, mereka sudah menggunakan narkoba dengan model inhalan (menghisap) atau popular di kalangan para anak jalanan (anjal) dengan istilah “ngelem”. Mereka menghirup lem cair yang didalamnya terdapat kandungan zat kimiawi aica aibon. Dampak yang paling besar akibat dari pergaulan bebas dan penyalahguaan narkoba adalah tertularnya virus HIV-AID dan dampak lebih lanjut dapat mengancam nyawa penderita itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, sudah jelas bahwa kondisi pergaulan pelajar khususnya di Indonesia saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Karena selain dapat merusak moral para pelajar, perilaku yang disebabkan dari penyimpangan pergaulan itu dapat merusak masa depan bahkan mengancam nyawa pelajar. Untuk itu, hendaknya diberikan perhatian dan penangan yang penuh terhadap perkembangan dan pergaulan pelajar agar terhindar dari pergaulan-pergaulan yang dapat merugikan pelajar.
Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Namun, yang sangat disayangkan budaya pacaran yang dilakukan para pelajar sering sekali menjadi kebablasan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar