MORALITAS PELAJAR ZAMAN SEKARANG
Permasalahan para pelajar berakar pada kran globalisasi yang
semakin terbuka lebar. Arus deras informasi dan jaringan komunikasi menjadi
sedemikan cepat. Bahkan, berbagai informasi kini semakin mudah dan murah
dijangkau yang pada titik kritisnya informasi terakses cepat tanpa filterisasi.
Menurut Satari globalisasi seperti mata uang yang memiliki
dua sisi mata uang (positif dan negatif) yang menjadi penyebab infiltrasi
budaya tidak terbendung. Budaya-budaya sedemikian cepat dan mudah saling
bertukar tempat dan saling mempengaruhi satu sama lain. Termasuk budaya hidup
Barat yang liberal dan bebas merasuki budaya ketimuran yang lebih cenderung
teratur dan terpelihara oleh nilai-nilai agama.
Menurut Sofyan (2011), semakin merosotnya moral para pelajar
merupakan salah akibat dari pesatnya perkembangan teknologi yang tidak diimbangi
dengan peningkatan kualitas budi pekerti pelajar. Padahal perkembangan
teknologi memang sangat dibutuhkan bangsa ini untuk dapat terus bersaing di era
globalisasi. Kemerosotan moral banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial-budaya
dalam masyarakat sekitarnya. Lingkungan sosial yang buruk adalah bentuk dari
kurangnya pranata sosial dalam mengendalikan perubahan sosial yang negatif
Seorang pakar pendidikan, Arief Rahman Hakim (dalam Satari,
2010) berpendapat bahwa pola serta kurikulum pendidikan di Indonesia tidak
memadai untuk mengarahkan moral pelajar. Misalnya saja tidak ada titik temu
antara pelajaran pendidikan agama dan kenyataan di lapangan. Itu terbukti
persentase KBM pelajaran agama hingga saat ini masih sangat minim. Rata-rata di
setiap sekolah hanya mengalokasikan dua jam pelajaran tiap pekan untuk mata
pelajaran ini.
Disamping itu, pelajaran agama yang diberikan di sekolah
hanya bersifat teoritis dan kurang aplikatif. Pendidikan keberagamaan yang baik
sejatinya berimplikasi positif pada moralitas yang kemudian tecermin dalam
aktivitas sehari-hari. Inilah mengapa moralitas para pelajar sangat berkaitan
erat dengan bagaimana pendidikan agama yang mereka ikuti di sekolah-sekolah,
selain pengayoman orang tua di rumah masing-masing.
Menurut Kurniawan (2011), awal mula seorang remaja
terjerumus ke dalam pergaulan yang menyimpang adalah salah bergaul dan mudah
terpengaruh oleh temannya yang tidak benar. Kebanyakan remaja ini ingin di puji
dan di katakan gaul oleh teman-temannya tanpa memikirkan dampak dan akibat yang
berkelanjutan
Banyak sekali fakta yang menunjukkan dampak penyimpangan
pergaulan remaja khususnya para pelajar, Berdasarkan survei 3 dari 10 pelajar
di Indonesia pernah merokok sebelum usia 10 tahun, 34,58 persen pelajar tingkat
SLTA perokok aktif dan survei Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan
prevalensi penyalahgunaan narkoba di lingkungan pelajar mencapai 4,7 persen
dari jumlah pelajar dan mahasiswa atau sekitar 921.695 orang.
Sementara itu, dari sejumlah pengguna narkoba (berbagai
jenis) pelajar berada pada urutan ke 4 pengguna narkoba. Dengan urutan pertama
pengangguran, kedua pegawai, ketiga pedagang dan ke empatnya adalah pelajar.
Pelajar biasanya menggunakan narkoba dikarenakan faktor pergaulan, hanya
ikut ikutan atau sekedar mencoba saja. Sejumlah kasus menunjukkan pada usia 7
tahun, mereka sudah menggunakan narkoba dengan model inhalan (menghisap) atau
popular di kalangan para anak jalanan (anjal) dengan istilah “ngelem”. Mereka
menghirup lem cair yang didalamnya terdapat kandungan zat kimiawi aica aibon.
Dampak yang paling besar akibat dari pergaulan bebas dan penyalahguaan narkoba
adalah tertularnya virus HIV-AID dan dampak lebih lanjut dapat mengancam nyawa
penderita itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, sudah jelas bahwa kondisi
pergaulan pelajar khususnya di Indonesia saat ini sudah sangat mengkhawatirkan.
Karena selain dapat merusak moral para pelajar, perilaku yang disebabkan dari
penyimpangan pergaulan itu dapat merusak masa depan bahkan mengancam nyawa
pelajar. Untuk itu, hendaknya diberikan perhatian dan penangan yang penuh
terhadap perkembangan dan pergaulan pelajar agar terhindar dari
pergaulan-pergaulan yang dapat merugikan pelajar.
Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat
yang mengkhawatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak
jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling
berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah
mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka, merupakan
salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Namun, yang sangat disayangkan
budaya pacaran yang dilakukan para pelajar sering sekali menjadi kebablasan.
0 komentar:
Posting Komentar