A.
PENDAHULUAN
Perlu diketahui bahwa
pola dan proses dinamika pembangunan ekonomi di suatu Negara sangat ditentukan
oleh banyak factor, baik internal (domestik) maupun eksternal (global).
Faktor-faktor internal, diantaranya adalah kondisi fisik (termasuk iklim),
lokasi geografi, jumlah dan kualitas sumber daya alam (SDA) dan sumber daya
manusia (SDM) yang dimiliki, kondisi awal ekonomi, social dan budaya, sistem politik
serta peran pemerintah di dalam ekonomi. Sedangkan, faktor-faktor eksternal di
antaranya adalah perkembangan teknologi, kondisi perekonomian dan politik
dunia, serta keamanan global.
Akan tetapi, untuk
dapat memahami sepenuhnya sifat proses dan pola pembangunan ekonomi di suatu
Negara serta kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya selama kurun waktu
tertentu atau untuk memahami kenapa pengalaman suatu Negara dalam membangun
ekonominya berbeda dengan Negara lain, maka perlu juga diketahui sejarah ekonomi
dari Negara itu sendiri.
B. SEJARAH EKONOMI INDONESIA
1.
ORDE LAMA
Selama Pemerintahan Orde Lama, keadaan perekonomian Indonesia
sangat buruk, walaupun sempat mengalami pertumbuhan dengan laju rata-rata per
tahun hampir 7% selama dekade 1950-an, dan setelah itu turun drastis menjadi
rata-rata per tahun hanya 1,9% atau bahkan nyaris mengalami stagflasi selama
tahun 1965-1966. Tahun 1965 dan 1966 laju pertumbuhan ekonomi atau produk
domestic bruto (PDB) masing-masing hanya sekitar 0,5% dan 0,6%.
Adapun kebijakan – kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah pada era itu diantaranya ,
Adapun kebijakan – kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah pada era itu diantaranya ,
- Program Banten (1950 – 1951)
Tujuan program ini adalah untuk mempersatukan kelompok pribumi
agar bisa mengembangkan segala aktivitas ekonomi di Indonesia.
- Program Urgensi Perekonomian (1952-1954)
Program ini disebut Soemitro’s plan, diantaranya adalah BNI 1946
harus dinasionalisir, karena saat itu masih terdapat saham VOC di dalamnya .
Memberikan kesempatan seluas-luasnya pada pengusaha pribumi untuk mengambil
alih perusahaan-perusahaan VOC. Pemerintah mengambil alih perusahaan pelayaran
yang masih dikelola oleh VOC yang sekarang telah berunah nama menjadi PELNI.
- Program Repelita I (1955 – 1960)
Secara Umum program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, namun belum tercapai. Yaitu dengan cara Rencana Juanda (1955)
Rencana Pembangunan Lima Tahun I meliputi kurun waktu 1956-1960.
- Program Repelita II (1960 – 1965)
Indonesia mulai berhubungan dengan dunia luar (ekspor dan impor),
mulai ada pinjaman Luar Negeri, namun sebagian peruntukannya untuk pembangunan
mercusuar (Politik Mercusuar Soekarno). Pada tahun 1965 ada pemberontakan
G30S-PKI pada bulan September dan pada bulan November terjadi Senering atau
pemotongan uang rupiah dari 1000 rupiah menjadi hanya 1 rupiah. Senering ini
dilakukan karena diprediksi akan terjadi Hyper Inflation sampai 500 %.
2. ORDE BARU
2. ORDE BARU
Tepatnya sejak bulan Maret 1966 Indonesia memasuki pemerintahan Orde Baru. Berbeda dengan pemerintahan Orde Lama, dalam era Orde Baru ini perhatian pemerintah lebih ditujukan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan ekonomi dan sosial di tanah air. Pemerintahan Orde Baru menjalin kembali hubungan baik dengan pihak Barat dan menjauhi pengaruh ideologi komunis. Indonesia juga kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga-lembaga dunia lainnya, seperti Bank Dunia dan Dana Moneter International (IMF)
Sebelum rencana pembangunan lewat Repelita dimulai, terlebih dahulu pemerintah melakukan pemulihan stabilitas ekonomi, social, dan politik serta rehabilitasi ekonomi di dalam negeri. Sasaran dari kebijakan tersebut terutama adalah untuk menekan kembali tingkat inflasi, mengurangi defisit keuangan pemerintah, dan menghidupkan kembali kegiatan produksi, termasuk ekspor yang sempat mengalami stagnasi pada masa Orde Lama.
Adapun kebijakan – kebijakannya adalah :
- Repelita I (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Perbedaan repelita pada era orde baru dan orde lama adalah, pada
era Orde Lama rencana pembangunan lima tahunan tersebut disusun oleh DPR dan
perancang Negara/cabinet, sedangkan pada era Orde Baru rencana pembangunan lima
tahun, disusun oleh DPR, Kabinet, dosen, masyarakat.
Pada repelita I ini menitikberatkan pada sektor perekonomian yang didukung oleh sektor industri. Muncul istilah Trilogi Pembangunan yang pertama adalah Stabilitas Nasional, yang keuda Pemerataan dan yang ketiga adalah Pertumbuhan Ekonomi. Pada masa ini, barang – barang yang diekspor masih berupa bahan mentah.
Pada repelita I ini menitikberatkan pada sektor perekonomian yang didukung oleh sektor industri. Muncul istilah Trilogi Pembangunan yang pertama adalah Stabilitas Nasional, yang keuda Pemerataan dan yang ketiga adalah Pertumbuhan Ekonomi. Pada masa ini, barang – barang yang diekspor masih berupa bahan mentah.
- Repelita II (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Trilogi pembangunan diubah urutannya menjadi , yang pertama yaitu
Pertumbuhan ekonomi , yang kedua Pemerataan dan dan yang ketiga Stabilitas
Nasional. Kebijakan ekonomi yang terkenal adalah adanya KNOP 15 tanggal 15
November 1978, isinya yang pertama adalah Masyarakat harus mencintai produk
dalam negeri 2, yang kedua Mendorong ekspor dan yang ketiga yaitu Memberikan
tariff spesifik bagi barang impor
- Repelita III (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Trilogi pembangunan ekonomi mengalami perubahan yaitu menjadi,
yang pertama Pemerataan pembangunan dan hasil2nya yang kedua Pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi dan yang ketiga adalah Stabilitas Nasional yang sehat
dan dinamis.
Terdapat kebijakan devaluasi rupiah tanggal 30 Maret 1983 dengan menurunkan nilai rupiah menjadi 937 rupiah per dollar. Terdapat kebijakan deregulasi perbankan oleh Soemarlin (gebrakan Soemarlin pertama) tanggal 1 Juni 1983 karena ada bank – bank yang meminjam dana dari BI namun khawatir akan disalahgunakan.
Terdapat kebijakan devaluasi rupiah tanggal 30 Maret 1983 dengan menurunkan nilai rupiah menjadi 937 rupiah per dollar. Terdapat kebijakan deregulasi perbankan oleh Soemarlin (gebrakan Soemarlin pertama) tanggal 1 Juni 1983 karena ada bank – bank yang meminjam dana dari BI namun khawatir akan disalahgunakan.
- Repelita IV (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Muncul kebijakan devaluasi tanggal 12 September 1986 karena banyak
produk – produk Indonesia yang digudangkan di luar negeri dan aliran kas masuk
berkurang (saat itu telah dipakai neraca pembayaran Balance of Payment). Selain
itu, muncul juga kebijakan deregulasi, tanggal 12 Oktober 1987 tentang
penyederhanaan aturan dan tanggal 27 Oktober 1988 tentang deregulasi dan
debirokratisasi (birokrasi dipangkas dan bank2 diberi kemudahan pendiriannya).
- Repelita V (1 April 1969 – 31 Maret 1974).
Muncul kebijakan uang ketat (tight money policy) untuk mengatasi
inflasi yang meningkat tajam (gebrakan Soemitro kedua)
- Repelita VI (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Pengalihan dana pembangunan ke Indonesia Timur, karena sebelumnya
75% KBI 25% KTI menjadi 40% KBI dan 60% KTI. Muncul krisis mata uang, krisis
moneter sampai krisis ekonomi pada tahun 1997-1998.
3. PEMERINTAHAN TRANSISI (era Presiden B.J. Habibie)
3. PEMERINTAHAN TRANSISI (era Presiden B.J. Habibie)
Krisis ekonomi mempunyai dampak yang sangat memprihatinkan terhadap peningkatan pengangguran, baik di perkotaan maupun di pedesaan, daya beli masyarakat menurun, pendidikan dan kesehatan merosot serta jumlah penduduk miskin bertambah oleh karena itu muncul kebijakan Jaring Pengaman Sosial (social safety net). Yang menyebabkan suatu prestasi yang mengagumkan yakni nilai tukar rupiah dari 16.000 menjadi 6.000 rupiah.
4. PEREKONOMIAN REFORMASI (era Presiden K.H. Abdurrahman Wahid)
Terjadi banyak keanehan dan tidak terdapat kebijakan perekonomian.Pada masa Gus Dur, rating kredit Indonesia mengalami fluktuasi, dari peringkat CCC turun menjadi DDD lalu naik kembali ke CCC. Salah satu penyebab utamanya adalah imbas dari krisis moneter pada 1998 yang masih terbawa hingga pemerintahannya.
5. PEMERINTAHAN TRANSISI
Keadaan sistem ekonomi
Indonesia pada masa pemerintahan transisi memiliki karakteristik sebagai
berikut:
·
Kegoncangan terhadap rupiah
terjadi pada pertengahan 1997, pada saat itu dari Rop 2500 menjadi Rp 2650 per
dollar AS. Sejak masa itu keadaan rupiah menjadi tidak stabil.
·
Krisis rupiah akhirnya menjadi
semakin parah dan menjadi krisi ekonomi yang kemudian memuncuilkan krisis
politik terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
·
Pada awal pemerintahan yang
dipimpin oleh habibie disebut pemerintahan reformasi. Namun, ternyata
opemerintahan baru ini tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, sehingga kalangan
masyarakat lebih suka menyebutnya sebagai masa transisi karena KKN semakin
menjadi, banyak kerusuhan.
6. PEMERINTAHAN GOTONG ROYONG
Keadaan sistem ekonomi
Indonesia pada masa pemerintahan gotong royong memiliki karakteristik sebagai
berikut:
·
Rendahnya pertumbuhan ekonomi
yang dikarenakan masih kurang berkembangnya investasi terutama disebabkan oleh
masih tidak stabilnya kondisi sosial politik dalam negeri.
·
Dalam hal ekspor, sejak 2000,
nilai ekspor non-migas Indonesia terus merosot dari 62,1 miliar dollar AS
menjadi 56,3 miliar dollar As tahun 2001, dan tahun 2002 menjadi 42,56 miliar
dollar AS
7. PEMERINTAHAN INDONESIA
BERSATU JILID I (ERA SBY-JK) (2004-2009)
Pada periode ini,
pemerintah melaksanakan beberapa program baru yang dimaksudkan untuk membantu
ekonomi masyarakat kecil diantaranya Bantuan Langsung Tunai (BLT), PNPM Mandiri
dan Jamkesmas. Pada prakteknya, program-program ini berjalan sesuai dengan yang
ditargetkan meskipun masih banyak kekurangan disana-sini.
8. PEMERINTAHAN INDONESIA
BERSATU JILID II (ERA SBY – BOEDIONO) (2009-2014)
Pada periode ini,
pemerintah khususnya melalui Bank Indonesia menetapkan empat kebijakan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional negara yaitu :
1. BI rate
2. nilai tukar
3. operasi moneter
4. kebijakan
makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas dan makroprudensial lalu lintas
modal.
Dengan
kebijakan-kebijakan ekonomi diatas, diharapkan pemerintah dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi negara yang akan berpengaruh pula pada meningkatnya
kesejahteraan masyarakat Indonesia.
REFERENSI :
0 komentar:
Posting Komentar